Temukan Ormas Melampaui Batas? Revisi UU Ormas Jadi Solusi Demi Kepastian Hukum

Rabu, 7 Mei 2025 oleh journal

Temukan Ormas Melampaui Batas? Revisi UU Ormas Jadi Solusi Demi Kepastian Hukum

Ormas Berlaga Seperti Aparat Negara: Saatnya Merevisi UU Ormas

Media sosial baru-baru ini dihebohkan dengan video penyegelan sebuah pabrik milik PT Bumi Asri Pasaman (BAP) oleh organisasi masyarakat (Ormas) Gerakan Rakyat Indonesia Bersatu (GRIB) Jaya Kalimantan Tengah. Insiden ini terjadi di Barito Selatan, Kalimantan Tengah, pada hari Sabtu, 26 April 2025.

Dalam video yang beredar, terlihat spanduk besar dengan tulisan mencolok: "Pabrik dan gudang ini dihentikan operasionalnya oleh DPD GRIB Jaya Kalteng." Frasa "dihentikan operasionalnya" ini bukan sekadar pernyataan biasa. Secara hukum, kalimat tersebut mengindikasikan adanya klaim kewenangan yang seharusnya dimiliki oleh aparat negara, seolah-olah Ormas tersebut sedang menjalankan fungsi negara.

Aksi ini menjadi sinyal bahaya bagi demokrasi dan penegakan hukum di Indonesia. Negara kita memiliki lembaga-lembaga yang jelas dengan tugas dan wewenang yang spesifik. Penegakan hukum, termasuk penghentian kegiatan usaha, hanya boleh dilakukan oleh instansi yang berwenang berdasarkan prosedur hukum yang berlaku. Bukan oleh Ormas yang mengandalkan kekuatan massa, pengaruh elite, atau klaim moralitas.

Coba bayangkan jika setiap pengusaha, terutama UMKM di berbagai daerah, harus menghadapi Ormas semacam ini. Mereka bisa datang kapan saja, membawa spanduk, menyegel lokasi, dan menghentikan aktivitas ekonomi hanya berdasarkan persepsi atau kepentingan sepihak. Hal ini bukan hanya menciptakan ketidakpastian hukum, tetapi juga merusak iklim investasi yang sehat.

Investor akan berpikir panjang sebelum menanamkan modalnya jika harus berhadapan dengan aktor-aktor yang bertindak sewenang-wenang tanpa dasar yang jelas.

Sejarah mencatat bahwa Ormas memiliki peran penting dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia. Mereka menjadi wadah artikulasi kepentingan rakyat, penggerak kesadaran kolektif, dan motor perubahan sosial. Ormas membangkitkan semangat kebangsaan, menyatukan keberagaman, dan memperjuangkan nasib bangsa melalui berbagai cara, termasuk pendidikan, budaya, agama, dan penguatan moral.

Namun, pada era Orde Baru, negara melakukan kontrol ketat terhadap Ormas, menghambat pertumbuhan mereka. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1985 tentang Ormas mencerminkan dominasi negara yang kuat atas Ormas.

Setelah runtuhnya Orde Baru pada tahun 1998, reformasi membawa kebebasan sipil. Larangan-larangan yang sebelumnya membatasi kehidupan berorganisasi dicabut. Kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat dijamin oleh konstitusi, dan Ormas serta Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) tumbuh pesat.

Fenomena ini menunjukkan meningkatnya kesadaran warga negara untuk berpartisipasi aktif dalam kehidupan sosial dan politik. Masyarakat kembali menemukan suaranya.

Sayangnya, euforia kebebasan ini sering kali disalahartikan. Negara yang dulu represif terhadap Ormas kini tampak kesulitan menghadapi Ormas yang bertindak melampaui batas. Regulasi yang longgar tanpa pengawasan yang memadai menyebabkan kebebasan berubah menjadi anarki, dan idealisme berorganisasi terdegradasi menjadi kepentingan pragmatis.

Ironi di Lapangan

Di lapangan, banyak Ormas yang berusaha tampil seperti aparat negara, menggunakan seragam dengan lambang garuda, bendera merah putih, logo bintang di pundak, baret, bahkan tongkat komando. Kendaraan mereka pun dimodifikasi dengan rotator dan sirine, menyerupai kendaraan TNI/Polri.

Contoh lain yang mencolok adalah gangguan terhadap pembangunan pabrik mobil listrik BYD di Kawasan Industri Subang. Dengan alasan memperjuangkan aspirasi warga, Ormas tersebut justru menghambat investasi strategis yang berpotensi menciptakan ribuan lapangan kerja.

Apakah ini bentuk kebebasan berekspresi, atau justru perampokan yang mengatasnamakan rakyat? "Premanisme berkedok Ormas" juga merajalela di berbagai daerah. Pengusaha hotel sering menjadi target intimidasi dan pemerasan, baik dalam bentuk "pengamanan," "donasi wajib," atau pungutan liar atas nama adat dan budaya. Toko-toko kecil pun tak luput dari sasaran. Negara seolah absen, dan masyarakat dipaksa untuk bersabar dalam trauma.

Revisi UU Ormas

Wacana revisi Undang-Undang Ormas sedang bergulir untuk mengatasi banyaknya Ormas yang bertindak di luar batas dan untuk memperkuat sistem pengawasan, termasuk pengelolaan dan audit keuangan Ormas. Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menyampaikan hal ini sebagai respons terhadap perilaku Ormas yang merugikan kepercayaan investor (Hukum Online, 25/4/2025).

Revisi UU Ormas harus mencakup pengawasan sejak tahap pendirian Ormas, sehingga tidak ada lagi Ormas yang meresahkan masyarakat. Namun, pengetatan aturan tidak boleh menjadi alasan untuk membubarkan Ormas secara sewenang-wenang. Mahkamah Konstitusi (Putusan Nomor 82/PUU-XI/2013) menegaskan bahwa negara wajib menjamin kebebasan berserikat dan berorganisasi sebagai hak konstitusional warga negara.

Semangat revisi UU Ormas adalah untuk mengatur tata kelola yang lebih tegas dan akuntabel, bukan untuk menghilangkan eksistensi Ormas. Masalahnya bukan pada keberadaan Ormas, tetapi pada praktik dan orientasi sebagian Ormas yang tidak sejalan dengan nilai-nilai demokrasi dan kebangsaan. Kita tidak anti-Ormas, tetapi demokrasi tanpa tata kelola yang tegas hanya akan melahirkan anarki.

Jika negara terus absen, bukan hanya investasi yang akan hilang, tetapi juga kepercayaan publik terhadap hukum dan keadilan. Ormas yang meresahkan masyarakat muncul karena kemiskinan struktural, ketimpangan ekonomi, minimnya akses pekerjaan, kepentingan pragmatis, atau bahkan orkestrasi kejahatan.

Revisi UU Ormas harus menyasar kewenangan Kementerian Hukum dan HAM, tempat "embrio" Ormas dilahirkan. Revisi ini harus menjadi momentum untuk menyaring ulang, menata ulang, dan mengarahkan Ormas pada perjuangan yang benar.

Pasal 70 UU Nomor 17 Tahun 2013 tentang Ormas menyebutkan bahwa permohonan badan hukum diajukan ke pengadilan negeri oleh kejaksaan atas permintaan tertulis dari menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia.

Revisi UU Ormas juga harus membahas percepatan pembubaran Ormas bermasalah, tidak hanya melalui pengadilan, tetapi juga dengan memberikan kewenangan yang jelas dan rinci kepada eksekutif untuk membubarkan Ormas yang bertentangan dengan konstitusi, Pancasila, mengganggu ketertiban masyarakat (berdasarkan rekomendasi kepolisian), atau mengganggu iklim investasi (berdasarkan rekomendasi kepolisian).

Keputusan pembubaran oleh eksekutif tetap dapat digugat ke PTUN. Menyikapi Ormas bermasalah tidak cukup dengan pendekatan represif. Negara perlu mengidentifikasi akar sosiologis dan ekonomis dari munculnya jaringan kriminalitas.

Negara tidak boleh berkompromi dengan kekerasan ilegal, baik oleh aparat negara maupun aktor non-negara. Ormas bermasalah adalah bentuk kriminalitas yang bersumber dari ketimpangan, kemiskinan struktural, pengangguran, dan kegagalan negara dalam menjamin kesejahteraan. Pembenaran tidak boleh dibiarkan. Negara wajib hadir sebagai pelindung seluruh rakyatnya.

Jika tidak, gelar "negara hukum" hanya akan menjadi retorika kosong. Ormas bukan instrumen untuk menekan, melukai, atau menakut-nakuti masyarakat. Ormas harus menjadi pilar, bukan palu. Menjadi mitra, bukan ancaman.

Hai, Sobat! Keberadaan Ormas memang penting untuk menyuarakan aspirasi dan membantu masyarakat. Tapi, gimana caranya biar Ormas tetap positif dan bermanfaat? Yuk, simak tips berikut!

1. Transparansi Keuangan - Pastikan Ormas memiliki sistem pengelolaan keuangan yang transparan dan akuntabel. Ini penting untuk mencegah penyalahgunaan dana dan menjaga kepercayaan anggota serta masyarakat.

Contohnya, Ormas secara rutin mempublikasikan laporan keuangan mereka secara online atau melalui forum internal.

2. Program yang Berdampak Positif - Fokus pada program-program yang memberikan manfaat nyata bagi masyarakat, seperti pelatihan keterampilan, bantuan sosial, atau kegiatan pelestarian lingkungan.

Misalnya, Ormas mengadakan pelatihan menjahit gratis untuk ibu-ibu rumah tangga atau membersihkan sampah di sungai.

3. Jalin Kemitraan yang Baik - Bangun hubungan yang baik dengan pemerintah, swasta, dan organisasi lain. Kemitraan ini bisa membuka peluang untuk mendapatkan dukungan, sumber daya, dan jaringan yang lebih luas.

Contohnya, Ormas bekerja sama dengan perusahaan lokal untuk mengadakan program beasiswa bagi anak-anak kurang mampu.

4. Edukasi Anggota - Berikan edukasi yang berkelanjutan kepada anggota mengenai etika berorganisasi, hukum yang berlaku, dan pentingnya menjaga citra positif Ormas.

Misalnya, Ormas mengadakan seminar atau workshop tentang kepemimpinan yang bertanggung jawab dan anti-korupsi.

Kenapa ya, Ormas kadang bertindak di luar batas menurut Mas Budi?

Menurut Bapak Mahfud MD, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, "Tindakan Ormas yang melampaui batas seringkali disebabkan oleh kurangnya pemahaman mengenai batasan kewenangan mereka. Selain itu, faktor ekonomi dan kepentingan politik juga bisa menjadi pemicu."

Apa saja sih dampak negatif dari Ormas yang bertindak seperti preman, menurut Mbak Sinta?

Menurut Ibu Sri Mulyani Indrawati, Menteri Keuangan, "Ormas yang bertindak seperti preman dapat merusak iklim investasi, menciptakan ketidakpastian hukum, dan menghambat pertumbuhan ekonomi. Investor akan ragu untuk menanamkan modalnya jika merasa tidak aman."

Bagaimana cara agar Ormas tidak disalahgunakan untuk kepentingan pribadi, menurut Pak Joko?

Menurut Bapak Tito Karnavian, Menteri Dalam Negeri, "Penting untuk memperketat pengawasan terhadap Ormas, terutama dalam hal pengelolaan keuangan. Selain itu, perlu adanya edukasi yang berkelanjutan mengenai etika berorganisasi dan pentingnya menjaga integritas."

Apa saja yang perlu diperhatikan dalam revisi UU Ormas agar tidak mengekang kebebasan berserikat, menurut Mbak Ani?

Menurut Ibu Yasonna Laoly, Menteri Hukum dan HAM, "Revisi UU Ormas harus dilakukan dengan hati-hati, memastikan bahwa kebebasan berserikat tetap dijamin. Pengetatan aturan harus proporsional dan tidak boleh disalahgunakan untuk membungkam kritik atau perbedaan pendapat."

Kenapa negara harus hadir dalam menertibkan Ormas yang bermasalah, menurut Mas Anton?

Menurut Bapak Prabowo Subianto, Menteri Pertahanan, "Negara wajib hadir untuk melindungi seluruh warga negara dari segala bentuk ancaman dan gangguan, termasuk yang berasal dari Ormas yang bertindak di luar batas. Ketertiban dan keamanan adalah prasyarat utama untuk pembangunan dan kemajuan bangsa."

Apa peran masyarakat dalam mengawasi Ormas agar tetap berada di jalur yang benar, menurut Mbak Rina?

Menurut Ibu Khofifah Indar Parawansa, Gubernur Jawa Timur, "Masyarakat memiliki peran penting dalam mengawasi Ormas. Laporkan kepada pihak berwenang jika melihat adanya tindakan Ormas yang mencurigakan atau melanggar hukum. Partisipasi aktif masyarakat adalah kunci untuk menjaga Ormas tetap berada di jalur yang benar."