Inilah Pertanda Kiamat Muncul di Mana,mana, Bahkan Tampak Jelas di Nasi dan Susu, benarkah ini akhir zaman?

Rabu, 21 Mei 2025 oleh journal

Inilah Pertanda Kiamat Muncul di Mana,mana, Bahkan Tampak Jelas di Nasi dan Susu, benarkah ini akhir zaman?

Pemanasan Global Ancam Kesehatan: Tanda-Tanda 'Kiamat' Ada di Piring Makan Kita?

Jakarta, CNBC Indonesia - Sadarkah Anda bahwa perubahan iklim, yang sering disebut sebagai tanda 'kiamat', diam-diam memengaruhi makanan sehari-hari kita? Nasi, susu, daging, hingga seafood kini lebih rentan terkontaminasi, yang pada akhirnya berdampak buruk bagi kesehatan.

Para ahli mengungkapkan bahwa suhu Bumi yang terus meningkat menciptakan lingkungan ideal bagi bakteri dan kuman untuk berkembang biak dalam makanan. Kasus yang dialami Sumitra Sutar, seorang wanita berusia 75 tahun dari Maharashtra, India, menjadi contoh nyata.

Selama puluhan tahun, nasi dan kari lentil menjadi makanan pokok Sumitra. Namun, lima tahun lalu, ia mulai mengalami muntah hebat hingga 15 kali sehari setelah mengonsumsi makanan tersebut. Setelah diperiksa, ternyata penyebabnya adalah bakteri bawaan makanan yang menghasilkan racun berbahaya.

Racun tersebut memicu muntah, radang mata, bahkan infeksi saluran pernapasan. Penelitian menunjukkan bahwa pemanasan global memicu pertumbuhan patogen Bacillus cereus pada makanan yang disimpan setelah dimasak. Bahkan, memasak nasi di rumah pun seringkali tidak cukup untuk menonaktifkan spora bakteri ini.

Para peneliti dan tenaga kesehatan memperingatkan bahwa pasokan makanan kini lebih rentan terhadap pembusukan akibat panas ekstrem, banjir, dan kekeringan. Kondisi ini meningkatkan risiko kontaminasi dan wabah penyakit bawaan makanan. Panas ekstrem mempercepat pembusukan karena bakteri berkembang biak lebih cepat.

Banjir besar dapat mencemari tanaman dengan limbah, sementara kelembapan tinggi memicu pertumbuhan bakteri Salmonella pada selada dan sayuran yang dimakan mentah.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencatat bahwa sekitar 600 juta orang sakit setiap tahun akibat penyakit bawaan makanan, yang menyebabkan 420.000 kematian. Anak-anak di bawah usia 5 tahun sangat rentan, dengan 125.000 anak kehilangan nyawa setiap tahun karena penyakit yang sebenarnya bisa dicegah.

Masalah ini diperparah oleh praktik pertanian dan rantai pasokan pangan global yang tidak ramah lingkungan. Studi yang diterbitkan dalam eBiomedicine menemukan bahwa setiap kenaikan suhu 1 derajat Celcius meningkatkan ancaman Salmonella non-tifoid dan Campylobacter sebesar 5%. Kedua bakteri ini menyebabkan keracunan makanan.

Markas Bakteri: Suhu Naik, Penyakit Mengintai

Desa tempat tinggal Sumitra mengalami kenaikan suhu signifikan dalam satu dekade terakhir. Musim panas di sana bisa mencapai 43 derajat Celcius. Akibatnya, penduduk setempat melaporkan peningkatan kasus keracunan makanan.

"Peningkatan temperatur mendorong pertumbuhan bakteri seperti Listeria, Campylobacter, dan Salmonella pada makanan seperti daging, produk susu, dan seafood," kata Ahmed Hamad, dosen di Benha University, Mesir.

Sebuah studi di Meksiko Barat Laut menunjukkan bagaimana faktor lingkungan memengaruhi penyebaran spesies Salmonella yang memicu penyakit dari makanan. Penelitian lain di Applied and Environmental Microbiology menemukan bahwa perubahan iklim akan meningkatkan risiko penyakit dari makanan yang disebabkan Salmonella. Bakteri ini telah memengaruhi 1,2 juta orang di AS setiap tahun.

"Selama gelombang panas, level patogen mikroorganisme di produk makanan bisa meningkatkan risiko penyakit," tulis laporan tersebut.

Selain gelombang panas, banjir dapat menyebabkan limpahan kotoran ternak dari lahan pertanian, mencemari hasil pertanian, termasuk sayuran yang dikonsumsi mentah.

"Memasak makanan dengan suhu 70 derajat Celcius selama setidaknya 2 menit bisa menghancurkan patogen yang menempel di permukaan makanan," kata Martin Richter, kepala unit keamanan makanan di German Federal Institute for Risk Assessment.

Kurangnya Pemahaman Masyarakat: Perlu Edukasi Lebih Mendalam

Para ahli menekankan perlunya edukasi yang lebih mendalam tentang bahaya perubahan iklim dalam meningkatkan penyakit dari makanan.

"Banyak orang menilai perubahan iklim hanya sebagai isu lingkungan, tanpa melihat efeknya ke kesehatan publik, termasuk peningkatan risiko penyakit dari makanan," kata Hamad.

Hamad menambahkan bahwa ada kesalahpahaman bahwa cuaca dingin bisa membunuh patogen. Padahal, beberapa bakteri seperti Listeria tetap dapat tumbuh pada temperatur dingin. Hal ini memicu risiko pada perubahan iklim yang membuat cuaca dingin.

Padmashri, seorang pekerja medis di desa Haroli, mengatakan penduduk setempat sering menginterupsi ketika ia menjelaskan tentang alasan di balik peningkatan penyakit dari makanan. Mereka beranggapan bahwa penyakit dari makanan semata-mata disebabkan penanganan yang buruk. Ia harus bersabar menjelaskan bahwa perubahan iklim adalah faktor utama.

"Orang-orang tak mau menerima bahwa perubahan iklim menyebabkan penyakit dari makanan," kata dia. Ia menambahkan bahwa penduduk di desanya tidak mau peduli terkait isu perubahan iklim dan dampaknya, meski sudah dirasakan langsung.

Perubahan iklim memang meningkatkan risiko penyakit bawaan makanan. Tapi jangan khawatir! Kita bisa kok melakukan beberapa langkah sederhana untuk melindungi diri dan keluarga. Yuk, simak tips berikut:

1. Cuci Tangan dengan Benar - Ini adalah langkah paling mendasar namun sering diabaikan. Cuci tangan dengan sabun dan air mengalir selama minimal 20 detik sebelum menyiapkan makanan, setelah memegang daging mentah, atau setelah dari toilet. Contohnya, setelah memegang ayam mentah, jangan langsung memotong sayuran tanpa cuci tangan terlebih dahulu!

2. Pisahkan Makanan Mentah dan Matang - Gunakan talenan dan peralatan masak yang berbeda untuk makanan mentah dan matang. Ini mencegah kontaminasi silang. Misalnya, jangan memotong sayuran di talenan yang sama setelah digunakan untuk memotong daging mentah, kecuali sudah dicuci bersih.

3. Masak Makanan Hingga Matang Sempurna - Pastikan makanan, terutama daging, ayam, dan seafood, dimasak hingga suhu internal yang aman. Gunakan termometer makanan untuk memastikan. Misalnya, daging ayam harus dimasak hingga suhu internal mencapai 74 derajat Celcius.

4. Simpan Makanan dengan Benar - Simpan makanan yang mudah busuk di lemari es pada suhu di bawah 5 derajat Celcius. Jangan biarkan makanan matang berada di suhu ruangan lebih dari 2 jam. Misalnya, sisa makanan harus segera dimasukkan ke dalam kulkas setelah dingin.

5. Perhatikan Kebersihan Peralatan Masak - Cuci semua peralatan masak, seperti pisau, talenan, dan panci, dengan air panas dan sabun setelah digunakan. Pastikan tidak ada sisa makanan yang menempel. Misalnya, setelah membuat adonan kue, segera cuci semua peralatan yang digunakan agar tidak menjadi sarang bakteri.

6. Belanja dengan Cermat - Perhatikan tanggal kedaluwarsa produk makanan sebelum membeli. Pilih produk yang segar dan tidak rusak. Hindari membeli makanan yang disimpan di suhu ruangan jika seharusnya disimpan di lemari es. Misalnya, jangan membeli susu yang disimpan di luar lemari es.

Apakah benar perubahan iklim bisa menyebabkan keracunan makanan, menurut pendapat Ibu Ratna?

Menurut Dr. Tania Putri, seorang ahli gizi, "Perubahan iklim menciptakan kondisi yang lebih menguntungkan bagi pertumbuhan bakteri berbahaya dalam makanan. Panas ekstrem dan banjir dapat meningkatkan risiko kontaminasi dan mempercepat pembusukan makanan, sehingga meningkatkan risiko keracunan makanan."

Apa saja jenis makanan yang paling rentan terkontaminasi bakteri akibat perubahan iklim, menurut Bapak Budi?

Menurut Chef Juna Rorimpandey, "Makanan yang paling rentan adalah makanan yang mudah busuk, seperti daging, ayam, seafood, produk susu, dan sayuran yang dimakan mentah. Makanan-makanan ini harus disimpan dan dimasak dengan benar untuk menghindari kontaminasi bakteri."

Bagaimana cara memastikan makanan sudah dimasak dengan aman untuk mencegah penyakit, menurut pendapat Mbak Sinta?

Menurut Ibu Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin, "Memasak makanan hingga suhu internal yang aman adalah kunci untuk membunuh bakteri berbahaya. Gunakan termometer makanan untuk memastikan daging, ayam, dan seafood dimasak hingga matang sempurna. Pastikan juga untuk merebus air hingga mendidih sebelum dikonsumsi."

Apa yang bisa dilakukan masyarakat untuk membantu mengurangi risiko penyakit bawaan makanan akibat perubahan iklim, menurut Mas Joko?

Menurut Bapak Walikota Bandung, Yana Mulyana, "Masyarakat dapat membantu dengan mengurangi emisi gas rumah kaca, mendukung praktik pertanian berkelanjutan, dan meningkatkan kesadaran tentang pentingnya kebersihan dan keamanan pangan. Mulailah dari hal kecil, seperti memilah sampah dan menggunakan transportasi umum."