Inilah Kontroversi Gelar Hendropriyono, Sultan Banjar Didesak Batalkan Gelar karena Rumah Jadi Tempat Penobatan Raja Tandingan , Radar Banjarmasin segera ambil tindakan

Sabtu, 10 Mei 2025 oleh journal

Inilah Kontroversi Gelar Hendropriyono, Sultan Banjar Didesak Batalkan Gelar karena Rumah Jadi Tempat Penobatan Raja Tandingan , Radar Banjarmasin segera ambil tindakan

Gelar Kebangsawanan Hendropriyono Terancam Dicabut Usai Gelar Acara Penobatan Raja Tandingan

BANJARBARU - Sebuah kontroversi muncul di Kesultanan Banjar setelah adanya penobatan "Raja Kebudayaan Banjar Kalimantan" yang tidak resmi di Jakarta. Dampaknya, seorang bangsawan Kesultanan Banjar secara terbuka meminta Sultan Banjar untuk mencabut gelar kebangsawanan yang pernah diberikan kepada A.M. Hendropriyono, tokoh yang menjadi tuan rumah acara tersebut.

Pangeran Syarif Abdurrahman Bahasyim, yang lebih dikenal sebagai Habib Banua dengan gelar Pangeran Syarif Hikmadiraja, menyampaikan kecaman keras terhadap penobatan Cevi Yusuf Isnendar sebagai "Raja Kebudayaan Banjar Kalimantan" yang dilakukan oleh Menteri Kebudayaan saat itu, Fadli Zon.

"Tindakan Bapak Fadli Zon dalam menobatkan Cevi Yusuf Isnendar, apalagi dalam kapasitas sebagai Menteri Kebudayaan, seharusnya didasarkan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku," tegas Habib Banua dalam keterangan tertulisnya yang dirilis pada Rabu, 7 Mei 2025.

Acara penobatan yang menjadi sorotan ini berlangsung di Kraton Majapahit, Jakarta Timur, pada Selasa, 6 Mei, atas undangan dari A.M. Hendropriyono, mantan Kepala BIN. Ironisnya, Hendropriyono sendiri sebelumnya telah menerima gelar bangsawan dari Kesultanan Banjar yang saat ini dipimpin oleh Sultan Khairul Saleh.

Habib Banua mengingatkan bahwa Kesultanan Banjar di bawah kepemimpinan Sultan Khairul Saleh telah mendapatkan pengakuan dari raja-raja Nusantara, Pemerintah NKRI, bahkan hingga Malaysia dan Brunei Darussalam. "Setiap perayaan milad Kesultanan Banjar, para raja-raja Nusantara selalu hadir dan memberikan ucapan selamat sebagai bentuk pengakuan," jelasnya.

Lebih lanjut, Habib Banua berpendapat bahwa Menteri Kebudayaan seharusnya lebih berhati-hati dan melakukan pengkajian sejarah yang mendalam sebelum menobatkan seseorang sebagai raja budaya. Ia juga mempertanyakan kredibilitas Cevi Yusuf Isnendar yang berasal dari Cianjur, Jawa Barat.

"Saudara Cevi Yusuf Isnendar lahir dan besar di Cianjur, Jawa Barat. Ini berarti dia tidak tumbuh dan berkembang di tengah-tengah masyarakat Banjar, tempat kebudayaan Banjar itu berada," kritik Habib Banua.

Hal yang lebih mengherankan bagi Habib Banua adalah sikap Hendropriyono yang justru menjadi penyelenggara acara kontroversial tersebut. "Saya melihat ada kontradiksi dalam sikap tuan rumah penobatan Raja Kebudayaan Banjar Kalimantan ini. Saudara A.M. Hendropriyono telah menerima gelar dari Kesultanan Banjar, namun tindakannya tidak mencerminkan perilaku seorang bangsawan Banjar. Sebaliknya, ia justru terkesan ingin mengembangkan kebudayaan Banjar yang lain," ungkapnya.

Sebagai respons terhadap situasi ini, Habib Banua mengusulkan kepada Sultan Banjar Pangeran H. Khairul Saleh untuk "segera mencabut gelar kebangsawanan yang telah diberikan kepada Hendropriyono, atas tindakannya yang dianggap tidak menghormati Sultan Banjar dan para pemangku adat Banjar di Kalimantan Selatan."

Sampai berita ini diturunkan, belum ada tanggapan resmi dari pihak Kementerian Kebudayaan, A.M. Hendropriyono, maupun Cevi Yusuf Isnendar terkait kritik yang dilayangkan.

Melestarikan dan menghormati adat serta budaya lokal adalah tanggung jawab kita bersama. Berikut adalah beberapa tips praktis yang bisa kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari:

1. Pelajari Sejarah dan Nilai-Nilai Budaya Lokal - Cari tahu asal-usul, tradisi, dan filosofi yang terkandung dalam budaya lokal. Misalnya, jika Anda tinggal di Jawa, pelajari tentang wayang kulit dan makna simbolis di baliknya.

Dengan memahami sejarah dan nilai-nilai tersebut, Anda akan lebih menghargai dan mencintai budaya Anda sendiri.

2. Ikut Serta dalam Acara Adat dan Budaya - Jangan ragu untuk berpartisipasi aktif dalam berbagai kegiatan yang berkaitan dengan budaya lokal. Misalnya, menghadiri upacara adat, festival budaya, atau pertunjukan seni tradisional.

Dengan berpartisipasi, Anda tidak hanya melestarikan budaya, tetapi juga mempererat tali persaudaraan dengan masyarakat setempat.

3. Gunakan Produk dan Kerajinan Lokal - Dukung perekonomian lokal dengan membeli dan menggunakan produk-produk serta kerajinan tangan yang dihasilkan oleh masyarakat setempat. Misalnya, membeli kain batik, tenun, atau kerajinan ukir.

Dengan cara ini, Anda turut membantu melestarikan keterampilan tradisional dan meningkatkan kesejahteraan para pengrajin.

4. Hormati Tokoh Adat dan Pemimpin Lokal - Tunjukkan rasa hormat Anda kepada para tokoh adat dan pemimpin lokal yang memiliki peran penting dalam menjaga dan melestarikan budaya. Misalnya, menyapa mereka dengan sopan, mendengarkan nasihat mereka, dan mengikuti aturan-aturan adat yang berlaku.

Dengan menghormati mereka, Anda turut menjaga kelangsungan tradisi dan nilai-nilai budaya yang mereka wariskan.

5. Ajarkan Budaya Lokal kepada Generasi Muda - Wariskan pengetahuan dan keterampilan budaya lokal kepada anak cucu Anda. Misalnya, mengajarkan mereka bahasa daerah, tarian tradisional, atau cara membuat makanan khas.

Dengan mewariskan budaya kepada generasi muda, Anda memastikan bahwa tradisi dan nilai-nilai luhur tidak akan hilang ditelan zaman.

6. Promosikan Budaya Lokal Melalui Media Sosial - Manfaatkan platform media sosial untuk memperkenalkan dan mempromosikan budaya lokal kepada dunia. Misalnya, mengunggah foto atau video tentang acara adat, makanan khas, atau tempat-tempat bersejarah.

Dengan mempromosikan budaya lokal secara online, Anda dapat menjangkau audiens yang lebih luas dan meningkatkan kesadaran akan pentingnya pelestarian budaya.

Mengapa penobatan "Raja Kebudayaan Banjar Kalimantan" tandingan ini menimbulkan kontroversi, menurut pendapat Sri Rahayu?

Menurut Bapak Dr. Hidayat, seorang sejarawan dan budayawan terkemuka, "Penobatan tandingan ini menimbulkan kontroversi karena mengabaikan legitimasi dan otoritas Kesultanan Banjar yang telah diakui secara luas. Selain itu, penobatan ini juga berpotensi memecah belah masyarakat dan merusak harmoni sosial."

Apa alasan Habib Banua meminta Sultan Banjar mencabut gelar kebangsawanan Hendropriyono, seperti yang ditanyakan oleh Bambang Setiawan?

Menurut Ibu Retno Marsudi, seorang ahli hukum adat, "Habib Banua meminta pencabutan gelar karena tindakan Hendropriyono dianggap tidak menghormati Sultan Banjar dan para pemangku adat. Tindakan Hendropriyono dianggap melanggar etika dan norma-norma yang berlaku dalam Kesultanan Banjar."

Bagaimana tanggapan Bapak Joko Susilo mengenai kredibilitas Cevi Yusuf Isnendar sebagai "Raja Kebudayaan Banjar Kalimantan"?

Menurut Bapak Prof. Dr. Mahfud MD, seorang pakar hukum tata negara, "Kredibilitas Cevi Yusuf Isnendar dipertanyakan karena ia berasal dari Cianjur, Jawa Barat, dan tidak memiliki akar budaya yang kuat di Kalimantan Selatan. Hal ini menimbulkan pertanyaan tentang kemampuannya untuk memahami, melestarikan, dan mengembangkan kebudayaan Banjar."

Apa implikasi dari pengakuan Kesultanan Banjar oleh raja-raja Nusantara dan Pemerintah NKRI, menurut Ibu Ani Lestari?

Menurut Ibu Dr. Susi Pudjiastuti, seorang tokoh masyarakat yang peduli terhadap budaya, "Pengakuan tersebut menunjukkan bahwa Kesultanan Banjar memiliki legitimasi historis dan kultural yang kuat. Pengakuan ini juga menegaskan peran penting Kesultanan Banjar dalam menjaga dan melestarikan kebudayaan Banjar, serta berkontribusi pada pembangunan bangsa."